Makalah Cara Mengendalikan Tingkat Bunga Dan Uang Beredar
Makalah tentang cara Mengendalikan Tingkat Bunga Dan Uang yang Beredar ini kami susun dalam rangka tugas management ekonomi dalam membahas kebijakan moneter tentang sasaran antara. Semoga makalah kebijakan moneter ini bisa bermanfaat bagi anda.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Pengertian kebijakan moneter
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kesetabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Masalah yang pertama menyangkut pilihan mengenai apa yang sebaiknya dijadikan sebagai “sasaran-antara” atau intermediate target bagi kebijaksanaan moneter. Disini ada pilihan antara lain tingkat bunga atau jumlah uang yang beredar sebagai sasaran tersebut.
Masalah yang kedua berkaitan dengan pilihan mengenai konsep “ uang beredar” yang mana yang paling baik sebagai sasaran, seandainya (dalam keadaan tertentu) jawaban untuk masalah pertama di atas adalah menggunakan uang beredar sebagai sasaran antara. Di sini kita punya pilihan untuk menggunakan, misalnya, B, M1, M2, L, atau berbagi kombinasi antaranya.
Masalah ketiga adalah mengenai pilihan apakah kebijaksanaan moneter perlu dilaksanakan secara aktif (disebut discretionary money policy) atau lebih bersifat “otomatis” dengan mengikuti saja aturan-aturan umum tertentu (disebut monetary rule).
Masalah keempat berkaitan dengan perkembangan penting baru-baru ini dalam teori kebijaksanaaan moneter dan kebijaksanaan ekonomi makro pada umumnya. Perkembangan ini berkaitan dengan peranan dari “pesikologi” dan ‘reaksi” masyarakat dalam proses pelaksanaan kebijaksanaan moneter.
Apabila masyarakat bukan lagi objek kebijaksanaan yang pasif, tetapi merupakan “pemain” yang mempunyai sikap dan harapan serta reaksi yang rasional dalam menghadapi pelaksanaan suatu kebijaksanaan, maka bagaimana kebijaksanaan seharusnya dirumuskan? Masalah ini terkait dengan timbulnya aliran baru dari teori ekonomi makro yang disebut aliran “harapan rasional” (rational expectations).
Dengan adanya masalah-masalah yang disebutkan di atas kelompok kami hanya membahas tentang Sasaran tingkat bunga atau uang beredar.
B. Rumusan Masalah
- Mengapa sasaran-antara diperlukan?
- Bagaimana mengendalikan tingkat bunga dan jumlah uang beredar?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui syarat-syarat sasaran-antara
- Untuk mengetahui permasalahan lebih detail
- Untuk mengetahui alasan tingkat bunga dan jumlah uang beredar dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa masalah Dalam Kebijaksanaan Moneter
A Tingkat bunga dan Uang yang beredar
Tujuan akhir dari kebijakan makro dan kebijaksanaan moneter maupun fiskal adalah menjaga keseimbangan makro dari perekonomian, yaitu agar tercapainya laju inflasi yang rendah, tingkat kegiatan ekonomi (produksi) yang tinggi serta neraca pembayaran yang seimbang.
Hal di atas adalah tujuan akhir yang “ideal” dari kebijaksanaan ekonomi makro. Tentu tidak semua aspek dari sasaran ini akan bisa dicapai secara penuh dan sekaligus dalam kenyataan. Biasanya perlu “kompromi” antara ketiga aspek tersebut dan juga perlu kompromi antara sasaran dengan realita yang benar-benar dihadapi. Dalam usaha mencapai sasaran akhir tersebut, kebijaksanaan moneter, disamping kebijaksanaan fiskal, memegang peranan yang penting.
Mengapa sasaran-antara diperlukan ?
Jawaban umum untuk pertanyaan ini adalah bahwa kebanyakan ekonom berpendapat bahwa jarak waktu (lag) antara tindakan kebijaksanaan moneter dengan pengaruhnya ada ketiga aspek sasaran tersebut adalah panjang, sehingga akan sangat terlambat seandainnya terjadi kesalahan kebijaksanaan , dan kebijaksanaan hanya bisa diubah setelah hasil akhir tersebut telah terjadi atau telah diamati. Oleh sebab itu sasaran-antara, yang secara lebih cepat bisa domonitor perkembangannya sebagai indikator awal dari pengaruh suatu kebijaksanaan, sehingga apabila kebijaksanaan perlu dikoreksi segera bisa dilakukan.
Untuk tujuan tersebut sasaran-antara harus memenuhi 2 syarat, yaitu :
- Ia harus cukup akurat dan cukup handal (reliable) sebagai indikator awal dari hasil akhir kebijaksanaan tersebut. Artinya apa yang diharapkan akan terjadi pada sasaran-akhir sudah bisa tercermin dengan baik pada sasaran-antara tersebut.
- Ia harus segera bisa diamati dan dimonitor, sehingga segera bisa ditentukan apakah secara umum kebijaksanaan yang dijalankan sudah benar atau belum.
Dua sasaran antara yang memenuhi kedua syarat tersebut adalah : tingkat bunga dan jumlah uang beredar. Informasi atau data mengenai kedua sasaran ini biasanya bisa diperoleh dengan cepat (bahkan tingakat bunga bisa diamati secara langsung dari pasar uang saat itu juga, tetapi data mengenai uang beredar mungkin harus menunggu beberapa hari atau minggu).
Tingkat bunga yang “stabil” menunjukkan bahwa situasi pasar uang adalah tenang dan bahwa ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Ini selanjutnya bisa diartikan bahwa, apabila situasi diluar sektor moneter adalah normal, sasaran akhir (harga, output, dan neraca pembayaran) juga akan berada diposisi “kestabilan”atau keseimbangannya.
Anggapan dasarnya adalah apabila keadaan di luar sektor moneter tidak normal, maka keadaan tersebut seyogyannya diatasi atau diobati dengan langkah-langkah kebijaksanaan non moneter (seperti kebijaksanaan fiskal). Oleh sebab itu memelihara “kesetabilan” tingkat bunga yang berlaku di pasar uang bisa dijadikan sasaran antara dalam kebijaksanaan moneter.
Dalam praktek, yang dimaksud dengan memelihara ‘kesetabilan” tingkat bunga bukanlah berarti mempertahankan tingkat bunga pada tingkat tertentu (katakan, 8% pertahun atau tingkat lainnya) selamanya. Tetapi yang dimaksud disini adalah mengendalikan agar tingkat bunga dipasar berada dalam batas-batas (tingkat bunga minimum dan maksimum) yang diinginkan atau ditargetkan oleh Otorita moneter. Bahkan interval minimum dan maksimum yang ditargetkan itu sendiri bisa berubah (atau diubah) dari waktu ke waktu, sesuai dengan kondisi perekonomian.
Apabila, misalnya, perekonomian berada pada masa resesi, mungkin interval yang ditargetkan adalah rendah (katakan, antara 6-10% per tahun) agar bisa merangsang kegiatan ekonomi. Sebaliknya pada tingkat kegiatan ekonomi tinggi dan inflasi tinggi juga maka interval yang ditargetkan tinggi juga,(katakan, antara 10-15% per tahun) agar tingkat kegiatan ekonomi tidak melampaui kemampuan atau kapasitas perekonomian dan laju inflasi bisa dikendalikan.
Cara mengendalikan tingkat bunga dengan mengendalikan jumlah uang beredar (ingat keynes mengenai pasar uang). Otoritas moneter perlu menambah M1 atau M2 apabila tingkat bunga dianggap terlalu tinggi (yaitu apabila menunjukkan gejala melewati target maksimum) dan mengurangi kedua variabel tersebut apabila tingkat bunga di nilai terlalu rendah (ada gejala turun di bawah target minimum).
Sasaran lain adalah jumlah uang beredar itu sendiri (M1 atau M2). Asumsi yang melandasi pendapat ini adalah bahwa jumlah uang beredar mempengaruhi prilaku masyarakat dalam pengeluarannya atau pembelanjaannya untuk barang dan jasa (yaitu permintaan target).
Selanjutnya naik turun pengeluaran masyarakat menentukan perkembangan harga dan output (GDP). Perhatikan “nada” klasik dari asumsi ini, yaitu bahwa uang terutama berfungsi sebagai alat tukar dan (oleh sebab itu) apabila masyarakat menjumpai bahwa mereka memegang uang “terlalu banyak” (dibanding dengan jumlah yang mereka inginkan), maka mereka akan membelanjakan kelebihan tersebut untuk membeli barang dan jasa.
Kelompok ekonom modern yang mendukung penggunaan jumlah uang beredar sebagai sasaran-antara disebut kelompok monetarist. Sedangkan kelompok yang mendukung tingkat bunga sebagai sasaran-antara sangat dipengaruhi oleh pemikiran keynes, yang menekankan bahwa pengaruh langsung dari tambahan jumlah uang beredar adalah pada tingkat bunga (bersama kurva marginal efficiency of capital) menetukan tingkat investasi, dan ini selanjutnya menetukan permintaan agregat dan akhirnya menentukan tingkat harga dan output (GDP).
Mana yang lebih baik sebagai sasaran-antara bagi kebijakan moneter : tingkat bunga atau jumlah uang beredar ?
Pertanyaan ini tidaklah mudah dijawab dan jawabannya sangat tergantung pada berbagai pertimbangan.
Pertimbangan pertama menyangkut struktur dan tahap perkembangan perekonomian yang bersangkutan. Bagi negara-negara yang belum mempunyai pasar uang cukup berkembang. “mekanisme monetaris” (yaitu, tambahan uang langsung mempengaruhi tambahan pengeluaran untuk barang dan jasa) mungkin lebih mencerminkan keadaan.
Dalam perekonomian seperti ini instrumen keuangan (financial instruments) tidak atau belum banyak tersedia. Sehingga pilihan yang terbuka bagi masyarakat adalah memegang tambahan uang tersebut dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang . jadi untuk perekonomian seperti ini, jumlah uang beredar mungkin merupakan sasaran-antara yang paling cocok.
Tapi bagaimana bagi perekonomian yang mempunyai pasar uang yang sudah cukup berkembang (seperti juga di Indonesia)? Jawaban untuk pertanyaan tersebut tidak lagi mudah, dan perlu dicari pertimbangan-pertimbangan lain.
Pertimbangan kedua adalah memilih sasaran berdasarkan pada macam atau sumber gangguan ketidak stabilan itu sendiri. Untuk menjelaskan hal ini kita akan menggunakan diagram IS-LM yang sudah kita kenal dalam ekonomi makro, dan menganggap (agar analisannya sederhana) bahwa tujuan akhir kebijaksanaan moneter adalah untuk “menstabilkan” output (GDP) pada tingkat yang mendekati full employment.
Contoh pertama adalah apabila seandainya kita menghadapi permasalah yang bersumber dari ketidakstabilan kurva IS (yang selanjutnya mengakibatkan ketidakstabilan dalam GDP). Gambar berikut menunjukkan bahwa kurva IS bisa bergeser antara IS₁ dan IS₂ (misalnya, karena ketidakstabilan kurva MEC), dan kita menguji dua sasaran-antara tersebut sebagi alternatif.
Anggaplah bahwa tingkat GDP yang ditargetkan (GDP full employment) adalah Y*. Apabila kita mengambil tingkat bunga R* sebagai sasaran-antara bagi kebijaksanaan moneter kita , maka kurva LM pertahankan pada R*. Dengan sasaran ini tingkat GDP yang akan terjadi akan berkisar antara interval Y₁’ dan Y₂’ (perpotongan antara IS₁ , IS₂ dan LM (R*). Kita tahu bahwa ini adalah interval maksimum yang membatasi posisi GDP yang akan terjadi meskipun kita tidak tahu di mana tepatnya posisi GDP sebenarnya nanti.
Sekarang, seandainya kita mnegambil jumlah uang beredar M* sebagai sasaran-antara kita. Dalam hal ini kurva LM kita adalah Lm (M*) dan GDP kita harapkan terjadi antara interval Y₁’ dan Y₂’. Perhatikan bahwa menggunakan M sebagai sasaran-antara, maka “interval ketidakstabilan” sasaran akhir kita (Y) bisa kurangi dari Y₁’ Y₂’menjadi Y₁ Y₂ . jadi kita memperoleh kesimpulan bahwa apabila sumber ketidakstabilan GDP adalah karena kurva IS yang sering bergeser (misalnya, keran tidakpastian di bidang investasi, sehingga kurva investasi atau kurva MEC yang dihadapi para investor bersifat labil), maka syogyanya kita mengambil jumlah uang beredar (M1 atau M2) sebagai sasaran-antara bagi kebijaksanaan moneter kita.
Mengapa demikian? Ini mudah kita mengerti apabila kita ingat bahwa dengan mengambil uang beredar (M) sebagai sasaran, kita membebaskan tingkat bunga (R) untuk naik atau turun sesuai dengan keadaan pasar. Apabila sumber ketidakstabilan dari GDP adalah karena kurva IS yang mudah bergeser, maka dengan diperbolehkannya R untuk naik apabila IS naik (bergeser kekanan) dan untuk turun apabila IS turun (bergeser kekiri) maka R bisa bertindak sebagai “rem” terhadap akibat dari pergeseran IS terhadap GDP. Apabila permintaan dana untuk investasi meningkat (IS naik), kenaikan investasi (dus GDP) akan lebih kecil apabila R naik an apabila R dipertahankan tetap. Keadaan sebaiknya terjadi apabila permintaan akan dana investasi menurun. Jadi diperbolrehkan R untuk naik atau turun mempunyai daya untuk menstabilkan GDP secara otomatis.
Sekarang kita ambil contoh permasalahan yang lain. Seandainya sumber ketidak stabilan perekonomian (GDP) bukan terletak pada kurva IS, tetapi terletak pada kesetabilan kurva LM (misalnya, karena berbagai hal permintaan akan uang oleh masyarakat mudah bergeser posisi).
Seperti halnya contoh diatas, kita anggap bahwa target GDP lita adalah Y* . apabila tingkat bunga kita jadikan sasaran, dan kita tahu posisi IS, maka kita bisa menentukan R* sebagai sasaran kebijaksanaan moneter kita, dan kita bisa tercapai target GDP bisa dipertahankan “stabil”, yaitu pada targetnya (Y*). Sekarang, seandainya kita mngembil jumlah uang yang beredar sebagai sasaran, (Yaitu, mengendalikan jumlah uang beredar tetapo “stabil” atau naik secara reguler sesuai dengan target yang ditentukan, misalnya, 5% per tahun) maka dengan permintaan akan uang yang (kita anggap) tidak stabil tadi, akan terjadi ketidakstabilan dalam kurva LM. (ingat, kurva LM diperoleh dengan menganggap permintaan akan uang sama dengan penawaran uang atau jumlah uang beredar). Jadi kurva LM bisa bergeser tempat, antara LM₁ dan LM₂ , sehingga, meskipun IS stabil, GDP bisa kita harapkan berfluktuasi antara Y₁ dan Y₂ . sebaliknya, apabila kita mneggunakan tingkat bunga sebagai sasaran, dan IS stabil, maka kita bisa memastikan untuk mencapai Y* .
Kesimpulan kita dari contoh ini adalah apabila sumber ketidak stabilan GDP adalah ketidak stabilan permintaan akan uang, maka kita seyogyanya menggunakan tingkat bunga sebagai sasaran-antara bagi kebijaksanaan moneter kita, dan bukan jumlah uang beredar.
Kesimpulan ini mudah kita mengerti apabila kita ingat bahwa dengan menstabilkan tingkat bunga berarti kita perlu menambah uang yang beredar apabila permintaan akan uang meningkat, dan sebaliknya mengurangi uang beredar apabila permintaan akan uang turun. Dengan demikian kita sebenarnya telah menisolir sumber ketidakstabilan GDP, sehingga tidak “menjalar” kesektor-sektor diluar pasar uang. (karena pasar uang itu sendiri dibuat selalu seimbang). Jadi jelas bahwa pengetahuan kitamengenai apakah sumber ketidakstabilan perekonomian kita terutama bersifat “moneter” (yaitu, ketidakstabilan permintaan akan uang) ataukah bersifat “nonmoneter” (yaitu, ketidakstabilan di pasar investasi) sangat membantu dalam menentukan apakah tingkat bunga atau jumlah uang beredar lebih cocok sebagai sasaran kebijaksanaan moneter.
Dalam praktek, menentukan sumber ketidakstabilan itupun belum tentu mudah. Sepanjang hal itu bisa diidentifikasikan, seyogyanya penelitian mengenai hal itu di lakukan. Tetapi seandainya hal itu sulit dilakukan, maka strategi yang terbaik adalah semacam “kompromi” antara kedua pilihan tersebut, yaitu kita menggunakan keduanya sebagai sasaran kita, meskipun dengan memberi peran yang sedikit berbeda kepada masing-masing. Caranya adalah dengan menentukan tingkat bunga maksimum dan tingat bunga minimum sebagai sasaran untuk suatu priode, dan sekaligus juga menentukan laju pertumbuhan maksimum dan minimum bagi uang beredar (M₁ atau M₂) sebagai sasaran kita untuk priode yang sama.
Apabila misalnya pada suatu saat dijumpai bahwa tingkat bunga cenderung meningkat melampaui tingkat maksimum yang ditargetkan, maka kita bisa meningkatkan laju pertumbuhan uang beredar, sehingga mungkin masih dalam batas-batas sasaran yang ditentukan, tetapi apabila tidak mungkin maka sasaran yang beredar tersebut bisa diubah sesuai dengan tuntutan keadaan atau misalnya apabila dengan mempertahankan tingkat bunga dan sasaran uang beredar pada interval yang ditargetkan kita jumpai bahwa perekonomian kita mengalami kelesuan atau resesi, maka kita dapat meninjau kembali sasaran tingkat bunga (yaitu diturunkan) maupun sasaran uang yang beredar kita (dinaikkan), sehingga bisa merangsang kegiatan ekonomi.
Inti dari strategi ini adalah bahwa kita menggunakan kedua sasaran tersebut secara bersama-sama dan secara fleksibel sesuai dengan tuntutan keadaan. Sebenarnya ada satu azaz lagi yang bisa dijadikan pegangan dalam pemilihan atau pemberian bobot apada sasaran-sasaran ini. Asas ini (yang mulanya berasal dari kelompok monetarist) mengatakan bahwa jumlah uang beredar merupakan sasaran yang lebih baik untuk jangka panjang. Artinya, kestabilan sasaran akhir (harga, output, neraca pembayaran) lebih bisa terjamin apabila kita bisa mengendalikan kestabilan laju pertumbuhan uang beredar dalam jangka panjang. Alasan utama untuk pendapat ini adalah bahwa kebijaksanaan moneter bekerjanya lambat, sehingga memerlukan waktu untuk menghasilkan pengaruhnya secara penuh terhadap sasaran akhir (lag panjang).
Kenaikan laju pertumbuhan uang beredar hari ini, akan menimbulkan kenaikan output atau kenaikan harga setahun, atau mungkin dua tahun lagi. Karena panjangnya lag ini, maka sebaiknya laju pertumbuhan uang beredar selalu harus dikendalikan dalam batas-batas yang wajar apabila kita menginginkan laju inflasi yang wajar dalam jangka panjang. Jadi asa ini menyarankan semacam, pembagian peranan antara kedua sasaran tersebut, yaitu bahwa dalam jangka panjang laju pertumbuhan uang beredar merupakan sasaran yang andal, sedang dalam jangka pendek (dari minggu ke minggu, atau dari bulan kebulan) tingkat bunga merupakan sasaran yang praktis dan baik.
B. “UANG” Mana yang di kendalikan
Apabila tingkat bunga dan uang beredar kita putuskan untuk dijadikan sasaran-antara, pertanyaan selanjutnya adalah : tingkat bunga yang mana dan uang yang beredar yang mana? Dalam kenyataan ada berbagai macam tingkat bunga dan ada berbagai konsep uang beredar. Sekali lagi jawabannya di sini pun tak semudah pertanyaannya.
Ada dua hal utama yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan besaran atau konsep uang beredar yang cocok, yaitu :
a) Berapa jauhkah otoritas moneter bisa mempengaruhi besaran tersebut? Semakin mudah dikendalikan tentu semakin baik.
b) Bagaimana keandalan (realiabilitas) dari besaran tersebut dalam mencerminkan apa yang terjadi dalam sasaran akhir? Semakin andal atau semakin akurat atau semakin dekat korelasi antara besaran yang dipilih dengan sasaran akhir semakin baik.
Atas dasar pertimbangan (a). Maka yang paling baik adalah uang inti (B) karena B secara langsung bisa di kendalikan oleh otoritas moneter. Kita ingat bahwa uang inti tidak lain adalah hutang moneter dari otoritas moneter kepada masyarakat dan lembaga keuangan. Namun sebenarnya tidak seluruh dari B bisa ditentukan secara langsung oleh otoritas moneter uang inti yang berasal dari pencetakan uang baru atau dari kredit bank sentral kepada masyarakat dan lembaga keuangan memang pada asasnya bisa dikendalikan langsung oleh otoreitas moneter. Tetapi uang inti yang berasal dari neraca pembayaran (atau, sama saja, perubahan cadangan devisa) mungkin tidak begitu saja dikendalikan.
Bagi negara-negara yang mempunyai perekonomian “terbuka” penciptaan uang inti yang bersumber dari sektor luar negeri ini sangat penting, dan seringkali di luar kekuasaan otoritas moneter untuk mengendalikannya (misalnya, pengaruh kenaikan dari harga ekspor minyak). Namun dipandang secara relatif, B lebih langsung bisa di pengaruhi oleh otoritas moneter dibanding dengan M₁, M₂, M₃, dan L. Dari segi ini maka B merupakan sasaran yang lebih baik dari pada konsep-konsep yang lain tersebut.
Bagaimanakah dengan pertimbangan (b)?
Dalam hal ini yang harus ditentukan adalah berapa dekat hubungan atau korelasi antara sasaran-antara tersebut dengan sasaran akhir. Ini adalah masalah empiris, yang harus bisa dijawab dengan mengujinya secara empiris (yaitu, dengan menggunakan data konkrit). Banyak studi empiris yang telah dilakukan para ahli ekonomi mengenai hal ini. Misalnya, friedman dan meiselman telah melakukan pengujian korelasi antara M₁ dan M₂ dengan pendapatan nasional dengan data amerika serikat dan kesimpulannya adalah bahwa M₂ merupakan sasaran-antara yang lebih baik daripada M₁. Namun beberapa studi lain memperoleh hasil dan kesimpulan yang berlawanan dengan itu.
Cara lain untuk mengujinya adalah dengan menafsir “elastisitas silang” atau “elastisitas substitusi” antara uang dalam arti sempit (M₁) dengan unsur uang lain sekali lagi sampai sekarang belum ada kesimpulan yang mantap yang bisa ditarik dari studi ini. Bagaimana antara B dengan sasaran akhir yang saat ini, yaitu neraca pembayaran? Di sini jawabannya lain lagi. Ingat persamaan yang menunjukkan sumber-sumber terciptannya B dalam bab sebelumnya.
Sekarang ingat pula makna dari NFA (Net Foreign Asets), yaitu jumlah cadangan devisa (netto) yang dipegang oleh otorita moneter. Jadi ∆NFA tidak lain adalah besarnya defisit (-) atau surplus (+) yang terjadi dalam neraca pembayaran. Apabila demikian, jelas hubungan antara sasaran akhir neraca pembayaran dan uang inti (B) adalah sangat dekat, khususnya apabila kita juga mempunyai informasi mengenai perkembangan unsur DC (domestic credit) dalam uang inti (B). Dengan mengambil B dan DC sebagai sasran-antara, maka sebenarbya kita mengendalikan sasaran akhir (NFA) secara tepat dan andal.
Dalam praktek B, M₁ dan M₂ adalah sasaran antara yang sering dipakai, dan tidak jarang ketiganya digunakan secara bersamaan. Apabila koefesien pelipat uang stabil (konstan) maka ketiganya akan bergerak sejalan atau sama lain sehingga salah satu bisa mewakili yang lain. Tetapi dalam jangka yang lebih panjang, koefisien pelipat biasanya tidak konstan, karena para pelaku dalam pasar uang menyesuaikan prilakunya dengan perubahan keadaan. Penggunaan ketiga sasaran tersebut secara bersama-sama bisa memberikan informasi mengenai perubahan perilaku tersebut sehingga kemudian bisa diambil langkah-langkah kebijaksanaan yang tepat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tingkat bunga yang “stabil” menunjukkan bahwa situasi pasar uang adalah tenang dan bahwa ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Ini selanjutnya bisa diartikan bahwa, apabila situasi diluar sektor moneter adalah normal, sasaran akhir (harga, output, dan neraca pembayaran) juga akan berada diposisi “kestabilan”atau keseimbangannya. Anggapan dasarnya adalah apabila keadaan di luar sektor moneter tidak normal, maka keadaan tersebut seyogyannya diatasi atau diobati dengan langkah-langkah kebijaksanaan non moneter (seperti kebijaksanaan fiskal). Oleh sebab itu memelihara “kesetabilan” tingkat bunga yang berlaku di pasar uang bisa dijadikan sasaran antara dalam kebijaksanaan moneter.
B. Saran
Dengan penjelasan di atas sudah jelas bahwa masalah yang melanda kebijaksanaan moneter harus segera di usut karena kebijakan moneter ini adalah suatu kebijakan yang timbul untuk memberikan solusi dalam masalah ekonomi moneter.Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini baik dari segi isi, penulisan maupun tanda baca, penyusun sangat mengharapkan saran dan masukan dari pembaca yang konstruktif. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Boediono, 1989. Ekonomi Moneter. Yogyakarta : BPEE
Demikian lah Makalah cara pengendalian Tingkat Bunga Dan Uang yang Beredar semoga bermanfaat.